Selasa, 17 November 2009

Kesehatan Mental Dalam Perspektif Agama, Sosial Dan Psikologis

A. Agama
Sebenarnya pendekatan agama dalam penyembuhan gangguan psikologis merupakan bentuk penyembuhan yang paling tua. Telah beberapa abad lamanya para nabi atau para penyebar agama melakukan peranan-peranan therapeutic, terutama dalam menyembuhkan penyakit-penyakit rohaniah umatnya. Metode pengobatan lainnya yang digunakan dalam menyembuhkan gangguan mental diantaranya yaitu Syahadat, Iman dan takwa, Silaturahmi, Amal saleh, Sabar, dan salat.
Ada kecenderungan bahwa orang-orang di zaman modern ini semakin rindu atau haus akan nilai-nilai agama, sehinga tausiyah, nasihat, atau kesempatan dialog dengan para kyiai, ustadz sangat diharapkannya. Mereka merindukan hal itu dalam upaya mengembangkan wawasan agamanya atau mengatasi masalah-masalah kehidupan yang sulit diatasinya tanpa nasihat keagamaan tersebut.
Oleh karena itu, Sebagai petunjuk hidup bagi manusia dalam mencapai mentalnya yang sehat, agama berfungsi sebagai berikut :
1. Memelihara fitrah, manusia yang telah bertakwa kepada Tuhan berarti dia telah memelihara fitrahnya sehingga manusia dapat menghindarkan diri dari perbuatan dosa.
2. Memelihara jiwa
3. Memelihara Akal
4. Meelihara Keturunan
Para ahli juga mengemukakan pendapat tentang pengaruh agama terhadap kesehatan mental sebagai berikut.
1. William James berpendapat bahwa keimanan pada Tuhan adalah terapi terbaik bagi keresahan dan merupakan penopang hidup.
2. Carl G. Jung mengemukakan bahwa yang menyebabkan pasien terjangkit penyakit adalah hilangnya dasar – dasar agama mereka dan mereka akan sembuh setelah mereka kebali kepada wawasan agama.
3. A. A Briel mengatakan bahwa individu yang benar – benar religius tidak akan pernah menderita sakit jiwa.
4. Shelley E. Taylor mengemukakan beberapa hasil penelitian para ahli tentang dampak positif agama terhadap kesehatan mental dan kemampuan mengatasi stress yang diantaranya sebagai berikut:
a. Palaotzian dan Kirkpatrick mengemukan bahwa agama dapat meningkatkan kesehatan mental dan membantu individu untuk mengatasi stress.
b. Ellison mengemukakan bahwa agama dapat mengembangkan kesehatan psikologis banyak orang, orang yang kuat imannya akan lebih bahagia dan lebih sedikit mengalami dampak negatif dari kehidupan.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa agama mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kesehatan mental individu. Adapun pribadi yang sehat mentalnya menurut perspektif agama diantaranya yaitu:
a. Beriman kepada Allah dan taat mengamalkan ajarannya.
b. Jujur, amanah (bertanggung jawab) dan ikhlas dalam beramal.
Selain itu, dalam bukunya Kesehatan Mental, Prasojo menjelaskan Prinsip-Prinsip Kesehatan Mental Kaitannya dengan Agama yang Didasarkan pada Hubungan Manusia Dengan Tuhan Adalah Sebagai Berikut
a. Kestabilan mental tercapai dengan perkembangan kesadaran seseorang terhadap sesuatu yang lebih luhur daripada dirinya sendiri tempat ia bergantung kepada Tuhan.
b. Kesehatan mental dan ketenangan batin (equanimity) dicapai dengan kegiatan yang tetap dan teratur dalam hubungan manusia dengan Tuhan, seperti melalui sholat dan berdoa.
B. Sosial
Di tanah air kita sendiri masalah mental hygiene merupakan barang baru, sehingga pemerintah dan umum belum banyak menaruh minat padanya. Hal ini disebabkan oleh pengetahuan umum mengenai masalah mental hygiene yang masih sedikit sekali serta situasi kecilnya keuangan Negara yang menitikberatkan pada pembangunan di bidang ekonomi dan pertanian.
Mengingat makin pesatnya urbanisasi di kota-kota besar, pembangunan di segala bidang industrialisasi dan mekanisasi. Hingga menyebabkan masyarakat jadi makin kompleks, maka tak heran jika di kota-kota besar muncul banyak masalah sosial yang menjadi penyebab utama bagi macam-macam penyakit mental. Misalnya mengakibatkan munculnya “saudara-saudara yang ketinggalan” yang tidak dapat mengadakan adjustment atau penyesuaian diri secara cepat terhadap perubahan sosial dalam masyarakat kita. Mereka mengalami frustrasi, kekecewaan dan konflik-konflik. Jika gangguan emosional dan ketegangan batin ini berlangsung terus menerus atau kronis, maka hal tersebut pasti menimbulkan macam-macam penyakit mental atau gangguan mental.
Gangguan emosional dan penyakit mental banyak pula timbul dalam masa transisi dimana terjadi peralihan kebudayaan, misalnya dari periode agraris beralih ke fase mekanisasi dan industrialisasi serta urbanisasi. Pada waktu itu terjadi diskontinuitas atau perloncatan antara dua periode kebudayaan. Pada saat sedemikian tidak sedikit orang yang menjadi bingung dan ketakutan serta menderita penyakit mental dari stadium yang terringan sampai stadium yang berat dari kegilaan.
Keadaan transisi penuh perubahan sosial dan gejolak-gejolak masyarakat yang mengandung dimensi ketegangan tinggi semacam ini tengah kita alami di tanah air sekarang. Sehingga ilmu mental hygiene dapat ikut memberikan saham positif guna usaha pencegahan timbulnya penyakit jiwa atau penyakit mental, yaitu dengan usaha-usaha yang preventif dan mengadakan kegiatan-kegiatan konkret untuk memajukan kesehatan mental bagi segenap rakyat di pelosok tanah air. Adapun karakteristik pribadi yang sehat mentalnya secara sosial diantaranya yaitu:
a. Memiliki perasaan empati dan rasa kasih sayang (affecttion) terhadap orang lain, serta senang untuk memberikan pertolongan kepada orang-orang yang memerlukan pertolongan (sikap altruis)
b. Mampu berhubungan dengan orang lain secara sehat, penuh cinta kasih dan persahabatan.
c. Bersifat toleran dan mau menerima tanpa memandang kelas sosial, tingkat pendidikan, politik, agama, suku, ras, atau warna kulit.
Berikut prinsip-prinsip tentang kesehatan mental yang didasarkan kepada hubungan manusia dengan lingkungan sosialnya.
a. Kesehatan mental dalam penyesuaian diri tergantung kepada hubungan antar pribadi yang harmonis, terutama dalam kehidupan keluarga.
b. Penyesuaian yang baik dan ketenangan batin tergantung kepada kepuasan dalam bekerja.
c. Kesehatan mental dan penyesuaian diri dicapai dengan sikap yang realistic, termasuk penerimaan terhadap kenyataan secara sehat dan objektif.
C. Psikologis
Basis psikologis dari abnormalitas mental atau ketidaksehatan mental adalah ketidakmampuan individu menghadapi realitas, yang membuahkan banyak konflik mental pada dirinya. Biasanya penderita yang tidak sehat mentalnya adalah individu yang tidak mampu atau sengaja tidak mau memikul tanggung jawab kedewasaan. Misalnya disebabkan oleh tekanan ekonomis yang amat berat, dikecewakan dalam cintanya, kegagalan dalam profesi, ketidakamanan fisik dan oleh pengalaman-pengalaman yang sangat tidak menyenangkan lainnya, sehingga orang menjadi takut, lalu mencoba mengingkari atau menolak tanggungjawab sendiri. Kebiasaan buruk ini mendorong dirinya untuk melarikan diri dar kesulitan dan kepahitan realitas hidup yang sangat menyulitkan daya penyesuaian dirinya di tengah masyarakat.
Selanjutnya, disiksa oleh frustasi dan konflik-konflik jiwa sendiri, dia selalu berusaha lari dari realitas yang dirasakan seperti tidak sanggup ditanggung olehnya lagi. Lalu dia menciptakan satu dunia fantasi/imajiner yang dianggap lebih cocok dan lebih enak serta sesuai dengan harapan/ impiannya. Maka dunia fantasi, mimpi-mimpi siang dan khayalan pada orang dewasa itu intinya merupakan halunasi dari kegilaan. Oleh karena itu, kegilaan dilihat dari segi pandang psycho-hygiene merupakan bentuk pelarian patologis dari dunia nyata yang dirasakan sangat berat, tidak memuaskan atau yang sengaja ditolak oleh penderita yang bersangkutan. Karena itu dia lebih senang bersembunyi dalam dunia angan-angan sendiri yang dianggap lebih menyenangkan.
Oleh karena itu, pada esensinya emang tidak ada garis demarkasi yang jelas antara normalitas dan abnormalitas, antara kesehatan mental dan ketidaksehatan mental, juga antara jiwa yang waras dengan jiwa yang kurang/tidak waras.
Meskipun begitu, Deskripsi tentang pribadi normal dengan mental yang sehat diuraikan dalam satu daftar kriteria oleh maslow and mittelmann dalam bukunya “principles of abnormal psychology” sebagai berikut:
1. Memiliki rasa aman (sense of security) yang tepat.
2. Memilki penilaian diri/self evaluation dan wawasan diri yang rasional.
3. Punya spontanitas dan emosionalitas yang tepat.
4. Mempunyai kontak dengan realitas secara efisien.
5. Memiliki dorongan dan nafsu-nafsu jasmaniah yang sehat.
6. Mempunyai pengetahuan diri yang cukup, dengan motif hidup yang sehat dan kesadaran tinggi.
7. Memiliki tujuan hidup yang tepat yang bisa dicapai dengan kemampuan sendiri.
8. Memiliki kemampuan belajar dari pengalaman hidup.
9. Ada kesanggupan untuk memuaskan tuntutan dan kebutuhan dari kelompoknya.
10. Ada sikap emansipasi yang sehat terhadap kelompok dan kebudayaannya.
11. Ada integritas dalam kepribadiannya.
Dalam buku Mental Hygiene Perkembangan Kesehatan Mental dalam Kajian Psikologi dan Agama,Syamsu Yusuf juge menjelaskan karakteristik pribadi yang sehat mentalnya secara psikologis diantaranya yaitu:
a. Respek terhadap diri sendiri dan orang lain.
b. Memiliki insight dan rasa humor.
c. Memiliki respons emosional yang wajar.
d. Mampu berpikir realistic dan objektif.
e. Terhindar dari gangguan-gangguan psikologis.
f. Bersifat kreatif dan inovatif.
g. Bersifat terbuka dan fleksibel, tidak defensive.
h. Memiliki perasaan bebas (sense of freedom).

Meskipun memang ada perbedaan yang mendasar pada ketiga sudut pandang tersebut, namun semuanya memiliki satu hubungan yang saling berkaitan. Seseorang yang mentalnya tidak sehat yang kemungkinan disebabkan suatu konflik sosial, sementara dalam dirinya tidak tertanam kuat keyakinan akan tuhan dan agamanya sehingga ia tidak dapat menanggung apalagi menyelesaikan konflik tersebut yang berakibat pada terganggunya unsur psikis dalam dirinya dan menimbulkan ketidaksehatan mental. Jadi, dari penggambaran diatas dapat dipahami bahwa sesungguhnya diantara ketiga hal tersebut yaitu Agama, sosial dan psikologis terdapat hubungan yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain.


DAFTAR PUSTAKA
Yusuf, Syamsu. 2004. Mental Hygiene Perkembangan Kesehatan Mental dalam Kajian Psikologi dan Agama. Bandung: Bani Quraisyi.
Kartono, Kartini. 2000. Hygiene Mental. Bandung : Mandar Maju.
Prasojo, Wieriyanto. 2005. Kesehatan Mental. Jakarta: Tsaqafah.

2 komentar:

  1. Bismillahirrahmaanirrahiim.

    Sae pisan tulisan ibu teten teh geuning. mantap. izin ngaos sareng copy nya...nuhun

    BalasHapus
  2. Mirisnya isu kesehatan mental masih melekat stigma negatif bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, jadi bagi yang mengalami penyakit mental merasa minder saat mau menggunakan layanan kesehatan mental. Tapi katanya dengan membaca artikel psikoedukasi secara intensif mampu menurunkan stigma sosial dan pribadi yang disematkan pada pengguna layanan kesehatan mental secara signifikan. Ini penelitiannya.

    BalasHapus